Tentang Objek
merupakan gula yang terbuat dari tetesan nira yang keluar dari tandan Aren, kemudian ditampung menggunakan sepotong bambu, hal ini dilakukan secara tradisional, dan turun temurun oleh masyarakat kampung Kaiti, Desa Rambah Tengah Barat kecamatan Rambah, kabupaten Rokan Hulu, Riau.
Pohon aren berasal dari wilayah Asia tropis ini memiliki nama latin Arenga pinnata, dari famili Arecaceae, merupakan pohon yang besar dan tinggi. Tinggi pohon aren dapat mencapai 25 m, dan diameternya dapat mencapai hingga 65 cm. Daun pohon aren majemuk menyirip, seperti daun kelapa. Panjang daunnya dapat mencapai 5 meter dengan tangkai daun hingga 1,5 meter.
Batang pohonnya diselimuti oleh serabut berwarna hitam yang dikenal sebagai ijuk, merupakan bagian dari pelepah daun yang menyelubungi batang pohon aren.
Bangsa Belanda mengenal aren sebagai arenpalm atau zuikerpalm. Sedangkan bangsa Jerman menyebutnya zuckerpalme dan dalam bahasa Inggris disebut sugar palm atau Gomuti palm.
Pohon Aren juga dapat mendukung konservasi. Berbagai penelitian menjelaskan tentang manfaat pohon aren sebagai tumbuhan pelestari lingkungan dan potensi nilai ekonomi bagi masyarakat. Terutama yang tinggal di sekitar tempat tumbuh aren yang dikenal sebagai sentra produksi gula aren.
Kita sepakat bawa potensi tersebut perlu dilestarikan. Upaya menjaga kelestariannya adalah dengan saling berbagi pengetahuan dan pemahaman tentang pentingnya keberadaan pohon aren sebagai tanaman konservasi, mencegah erosi atau tanah longsor.
Redaksi riaueditor.com dan wartawan esatv bersama tim Gakkum DLHK Riau, Minggu (3/7/2022) berkesempatan meninjau pengrajin gula aren di desa Kaiti II desa Rambah Tengah Barat, Pasir Pengaraian Rokan Hulu, Riau.
Gula Aren atau yang sehari-hari disebut 'gulo onou' oleh masyarakat Rokan Hulu, memiliki aroma dan rasa kualitas tinggi dibanding gula sejenis. Tak heran gula Aren di sini terkenal bukan hanya di Riau juga sampai ke negeri jiran Malaysia.
Gula Aren salah satu produk kearifan lokal masyarakat Rokan Hulu ini selalu dijadikan oleh-oleh bagi sebagian besar masyarakat Rokan Hulu yang balik kampung, atau wisatawan dari berbagai daerah dan Manca Negara.
Selain kemasannya yang unik dari daun pisang kering juga tahan lama, dan mudah didapat di warung-warung atau pasar tradisional di seantero Rokan Hulu dengan harga terjangkau, yakni 30 ribu rupiah per kilogramnya.
Mengolah Air Nira Menjadi Gula Aren
Pohon Aren yang banyak tumbuh secara alami di kampung Kaiti, membawa berkah bagi masyarakat Negeri Seribu Suluk.
Sapta Yulis (61) seorang petani aren di dusun Kaiti II mengatakan, "Semasa orang tua kita dulu, setiap ada batang enau yang tumbuh dilarang ditebang, karena batang enau ini banyak sekali manfaatnya," tuturnya.
Selain airnya diminum dan sehat bagi tubuh, nira juga diolah menjadi gula, buahnya menjadi kolang-kaling, ijuknya dijadikan sapu rumah, dan pelepahnya dijadikan atap. Begitulah sejak dahulunya, ujarnya menambahkan.
Pengolahan gula aren sendiri dilakukan oleh para pengrajin aren, terutama kaum ibu dengan memanaskan, mengaduk air nira di dalam kuali besar selama 5-6 jam.
Syamsinar pengrajin gula aren di kampung Kaiti II mengaku menjalankan usaha membuat gula aren sejak dari orang tuanya.
"Usaha membuat gula enau ini sudah ada dari orang tua kami dulu, jadi dari kecil kami sudah terbiasa membuat gula ini," jelas Syamsinar.
Tungku batu dengan bahan bakar kayu menjadi ciri khas proses pembuatan gula aren. Menurut Siti Khodijah selaku pembina kelompok usaha Aren di Desa Rambah Tengah Barat, kecamatan Rambah kabupaten Rokan Hulu mengatakan, pernah suatu ketika masyarakat mencoba menggunakan kompor gas, namun hasilnya tidak seperti yang diharapkan.
"Makanya bahan bakar merebus nira mesti dari kayu, dan selama proses merebus nira harus sering diaduk sampai beku hingga menjadi gula," ujar Siti Khodijah yang juga Badan Perwakilan Desa (BPD) Rambah Tengah Barat keterwakilan perempuan.
Nira yang direbus sampai berbuih dan menjadi karamel lalu membeku ini disebut gula aren atau gula enau, namun di kampung Kaiti ini disebut gula bargot. Nira yang sudah menjadi karamel kemudian dituang ke cetakan yang berbentuk persegi panjang.
Tak butuh waktu lama, gula aren akan mengeras kemudian diangkat dari cetakan lalu dibungkus menggunakan daun pisang kering, dan siap dijual.
Uniknya gula aren di sini bentuknya persegi empat, tidak seperti daerah lain yang rata-rata bulat.
Memanen Air Nira Dari Pohon Aren
Sudah menjadi pekerjaan sehari-hari, Sapta Yulis dengan cekatan menaiki pokok aren yang tinggi menjulang hanya dengan berpijak pada pangkal ranting dari sebatang bambu. Tangga bambu ini dalam bahasa mereka disebut 'Sige'.
Sesampainya di atas, pria 61 tahun ini menurunkan air nira yang sudah ditampung dalam bambu besar seukuran kurang lebih 5 liter dengan menggunakan seutas tali yang sudah disiapkan.
Air Nira dihasilkan dari tandan Aren. Proses pengambilan nira diawali dengan pengetokan atau pemukulan tangkai tandan bunga dari pangkal pohon ke arah tandan bunga. Proses pemukulan ini dimaksudkan untuk melemaskan pori pori atau jalur air nira yang akan keluar, agar keluarnya lancar dan lebih deras. Hal tersebut dilakukan selama satu bulan atau sampai bunga berguguran.
Setiap melakukan pengetokan diakhiri dengan mengayunkan tandan yang bertujuan untuk meratakan hasil dari pemukulan atau meratakan pelemasan jalur dari air nira. Proses pemukulan dilakukan kurang lebih 30 menit.
Diawali dengan rentang waktu pada minggu pertama yakni dua kali dalam seminggu. Setelah itu dilanjutkan satu minggu sekali hingga adanya tandan bunga yang berguguran.
Setelah itu dilakukannya proses penyadapan, yaitu proses pengambilan air nira dari pohonnya. Pohon enau yang siap disadap niranya ditandai dengan mengeluarkan aroma harum. Aroma itu berasal dari tandan bunga jantan yang berdampingan tumbuh dengan tandan bunga betina yang menghasilkan buah sebagai sumber benih.
Sapta Yulis mengaku mengambil air nira dua kali sehari, yakni pada pagi dan sore hari. Nira yang diambil pada pagi hari hasilnya lebih banyak ketimbang nira yang dipanen pada sore hari.
Tak terasa, mentari mulai condong ke barat, air nira segar disaring lalu dituang ke cerek. Sebelum pamit kami pun disuguh keluarga ini dengan air nira segar yang baru turun dari pohonnya.
Pembinaan Terhadap Pengrajin Gula Aren
Secara umum pembinaan baik terhadap petani atau pun pengrajin Aren bisa dibilang masih jauh dari yang diharapkan. Kesimpulan ini bisa dilihat di setiap desa penghasil gula aren, khususnya yang ada di kabupaten Rokan Hulu yang dikenal sebagai maskotnya gula Aren.
Akhir-akhir ini Aren menjadi kebutuhan masyarakat kota, sehingga bertaburan cafe cafe Aren yang menyuguhkan kopi aren bahkan air nira dengan harga bervariasi.
Air nira rata-rata dijual seharga Rp10.000 hingga Rp15.000 per gelasnya. demikian juga dengan kopi aren.
Pembinaan terhadap petani dan pengrajin gula aren sejauh ini baru sebatas pemasaran gula itu sendiri, itu pun dilakukan oleh pengumpul di tingkat lokal.
Setakat ini, harapan mendapatkan perhatian serius dari pemerintah daerah khususnya pemkab Rokan Hulu --baru sebatas 'pesan' yang dititipkan dari mulut ke mulut-- kepada mereka yang berkunjung ke pengrajin aren.
"Pak, kalau bisa bangunkan kami gubuk dapur yang bagus, beri juga kami pelatihan dan alat-alat produksi. Sedari orang tua kami dulu sampai usaha kami sekarang, ya begini-begini saja," ungkap Syamsinar.
Terpisah, Apidian Suherdianta, SP Kepala UPT Kesatuan Pengelolaan Hutan Rokan kepada riaueditor.com mengatakan, Budidaya aren di sini tidak hanya sebatas menghasilkan gula juga menghasilkan buah berupa kolang-kaling, kemudian ijuknya, bahkan pelepahnya juga bisa untuk atap.
"Khusus gula untuk yang di pasar lokal kita mengembangkan gula yang batangan, Kemudian sekarang sudah ditingkatkan menjadi gula semut atau brown sugar, itu yang bisa dikembangkan di lingkup KPH Rokan," ungkap Apidian.
Apidian mengatakan, sejauh ini pemasaran gula aren masih di tingkat lokal, dan itu saja permintaan untuk satu bulannya sampai 2 ton.
Dikatakan Apidian sejauh ini Kelompok Tani Hutan (KTH) yang sudah menjadi binaan KPH Rokan adalah KTH Kaiti yang diketuai pak Ripardi.
Terkait bantuan, dalam hal ini ada hibah alat ekonomi produktif.
"Kemarin itu kita ada memberikan bantuan atau hibah berupa wajan atau loyang alat pemasak nira," katanya.
Saat ini, DLHK Riau sudah menyalurkan bantuan berupa 10.000 batang bibit aren dari rencana 20.000 batang untuk gabungan kelompok tani (Gapoktan) Rawa Seribu yang akan ditanam di lahan seluas 200 hektar di lokasi Hutan Kemasyarakatan (HKm) Tambusai Utara, kabupaten Rokan Hulu, provinsi Riau.
Gapoktan Tambusai Utara telah memperoleh hak kelola Hutan Kemasyarakatan (HKm) dari Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan pada Tahun 2017 seluas 1.565 Ha.